Pages


Kamis, 07 Maret 2013

” TAMSE RASEUKI"



     Oleh : SULAIMAN.A.GANI
==================================
Deungoen Bisminlah loen mula kalam
Loen Pujoe Tuhan  Azawaljalla
Seulaweut Saleum Teuma oh lheuhnyan
Janjongan Alam Khatam Ambiya

Salam a`laikoem Saleum loen Tuan
Keu Bandum Rakan  Tuha ngoen Muda
Samboet Saleum loen  Saboeh Karangan
Untuk  Tamsilan  Umat Lam Donya

Na Sidroe  Urueng Lam Rimba Tuhan
Meuteume  Gobnyan Limoeng Pristiwa
Pristiwa Ganje  Hantoem Geupandang
Meunoe Ban Macam Geukaloen Rupa

Di dalam Hutuen na Saboeh Kulam
Meu Ie didalam  Teubiet Meubura
Putieh Jeureuneh  ile  Meugram gram
Bagoe Na yum sang, di Niagara

Bak Punca Taloe Kande  Meureuntang
Meugantung Sinan  Tuhan Karonya
Diseutoet Taloe  Ie Tamoeng Keunang
Tapi Han Saban Meubeda Beda

Yang Ladoem Punoeh yang ladoem Sikhan
Ladoem Hai Rakan  sit  Basah Saja
Meuna Sikeujap yang Meunan Macam
Kande nyan Hilang Hana Meuhoka

Meunyang Keudua Meunoe Ban Macam
Didalam Kulam Urueng Droep Kadra
Geudroep yang Rayeuk  Meuyang Ubeut Han
Oh Dudoe Teuman Hana Sapue Na

TAMSE  RASEUKI
=================================
 Tamse Raseuki, meunyan hai adoe
le Tuhan sidroe, geubri keu Hamba
yang ladom kaya, harta  le tuloe
Yang phangphoe, gasin ngoen papa

ladom cukupan, sekeudar keudroe
ladom hai adoe, pue pajoeh  hana
Meunan neukada, le tuhan droe
raseuki geutanyoe, meubeda beda
( Tgk Dityueb Bruek )


MENJEMPUT REJEKI
=============================================
Setengah jam menjelang adzan Dzuhur, dari kejauhan mata saya menangkap sosok tua dengan pikulan yang membebani pundaknya. Dari bentuk yang dipikulnya, saya hapal betul apa yang dijajakannya, penganan langka yang menjadi kegemaran saya di masa kecil. Segera saya hampiri dan benarlah, yang dijajakannya adalah kue rangi, terbuat dari sagu dan kelapa yang setelah dimasak dibumbui gula merah yang dikentalkan. Nikmat, pasti.

Satu yang paling khas dari penganan ini selain bentuknya yang kecil-kecil dan murah, kebanyakan penjualnya adalah mereka yang sudah berusia lanjut. "Tiga puluh tahun lebih bapak jualan kue rangi," akunya kepada saya yang tidak bisa menyembunyikan kegembiraan bisa menemukan jajanan masa kecil ini. Sebab, sudah sangat langka penjual kue rangi ini, kalau pun ada sangat sedikit yang masih menggunakan pikulan dan pemanggang yang menggunakan bara arang sebagai pemanasnya.

Tiga jam setengah berkeliling, akunya, baru saya lah yang menghentikannya untuk membeli kuenya. "Kenapa bapak tidak mangkal saja agar tidak terlalu lelah berkeliling," iba saya sambil menaksir usianya yang sudah di atas angka enam puluh. "Saya nggak pernah tahu dimana Allah menurunkan rezeki, jadi saya nggak bisa menunggu di satu tempat. Dan rezeki itu memang bukan ditunggu, harus dijemput. Karena rezeki nggak ada yang nganterin," jawabnya panjang.

Ini yang saya maksud dengan keuntungan dari obrolan-obrolan ringan yang bagi sebagian orang tidak menganggap penting berbicara dengan penjual kue murah seperti Pak Murad ini. Kadang dari mereka lah pelajaran-pelajaran penting bisa didapat. Beruntung saya bisa berbincang dengannya dan karenanya ia mengeluarkan petuah yang saya tidak memintanya, tapi itu sungguh penuh makna.

"Setiap langkah kita dalam mencari rezeki ada yang menghitungnya, dan jika kita ikhlas dengan semua langkah yang kadang tak menghasilkan apa pun itu, cuma ada dua kemungkinan. Kalau tidak Allah mempertemukan kita dengan rezeki di depan sana, biarkan ia menjadi tabungan amal kita nanti," lagi sebaris kalimat meluncur deras meski parau terdengar suaranya.

"Tapi kan bapak kan sudah tua untuk terus menerus memikul dagangan ini?" pancing saya, agar keluar terus untaian hikmahnya. Benarlah, ia memperlihatkan bekas hitam di pundaknya yang mengeras, "Pundak ini, juga tapak kaki yang pecah-pecah ini akan menjadi saksi di akhirat kelak bahwa saya tak pernah menyerah menjemput rezeki."
Sudah semestinya isteri dan anak-anak yang dihidupinya dengan berjualan kue rangi berbangga memiliki lelaki penjemput rezeki seperti Pak Murad. Tidak semua orang memiliki bekas dari sebuah pengorbanan menjalani kerasnya tantangan dalam menjemput rezeki. Tidak semua orang harus melalui jalan panjang, panas terik, deras hujan dan bahkan tajamnya kerikil untuk membuka harapan esok pagi. Tidak semua orang harus teramat sering menggigit jari menghitung hasil yang kadang tak sebanding dengan deras peluh yang berkali-kali dibasuhnya sepanjang jalan. Dan Pak Murad termasuk bagian dari yang tidak semua orang itu, yang Allah takkan salah menjumlah semua langkahnya, tak mungkin terlupa menampung setiap tetes peluhnya dan kemudian mengumpulkannya sebagai tabungan amal kebaikan.
**
Sewaktu kecil saya sering membeli kue rangi, tidak hanya karena nikmat rasanya melainkan juga harganya pun murah. Sekarang ditambah lagi, kue rangi tak sekadar nikmat dan murah, tapi Pak Murad pedagangnya membuat kue rangi itu semakin lezat dengan kata-kata hikmahnya.






0 komentar:

Posting Komentar

Komentar FB :