Pages


Minggu, 31 Maret 2013

ANTI NARKOBA


Oleh : SULAIMAN.A.GANI
=================================
Salam `alaikom , Kawoem Saudara
Tuha ngon Muda,  kota ngon Gampoeng
Sambot saleum lon,  Anti  Narkoba
Haba loen rika , Peu ingat kawoem

Bek roeh teulibat, deungoen  Narkoba
Leupah bahaya, meupaloe ujoeng
Salah ngoen donya, tamoeng penjara
Deungoen Agama, Nuraka lansoeng

Meuka juet candu, akan Narkoba
Payah that gisa, meukeumat langsoeng
Tuboeh teu rusak, heng ngoen keupala
Ayah ngoen poma, talawan langsoeng

Tanggal dua peut , Sabtu barosa
Uroe Narkoba , geukheun hai kawoem
Di luboek bunie , Kuta Malaka
Pusat Acara , Bandum Geuhimpoen

Keutua Badan , Anti Narkoba
Dua ngoen Pemda,  Pogram Geususoen
Pogram Pertama , sideh lamteuba
Kuta Malaka,  dua hai kawoem

Pula tanaman , geulantoe ganja
Rakyat jeulata , Bandum Geusuroen
Seuramoe Mekkah,  Bekle na ganja
Bebas Narkoba , Kota ngoen Duson

Bekle Predikat,  Aceh ngoen ganja
Morfin narkoba , bekle ta junjoeng
Jinoe tagantoe,  bek tanom ganja
Ngoen palawija , atawa jangoeng

Badan narkotik,  ngon pihak pemda
Nibak korea,  geulake tuloeng
Aceh bekle na,  yang tanom ganja
Yue gantoe sigra,  pala ngoen ramboeng

Le that meupaloe,  dum aneuk muda
Yang hisap ganja,  jampu ngon bakoeng
Moral dum rusak,  harapan bangsa
Seubab narkoba , syetan disandroeng

Oh wate mabok , sabu ngoen ganja
Pue yang disuka , keurija langsoeng
Ule ka mumang,  Kontrol hanle na
Ayah ngon bunda,  takue jipancoeng

Seuban hana peng , keungoen blo ganja
Publoe pue yangna,  tuka ngoen bakoeng
Pikiran rusak , seubab narkoba
Jeut saket jiwa , pasoe lam pasoeng

Ulon peu ingat,  keu kawoem muda
Harapan bangsa , gata hai kawoem
Tapeujeu oh droe , deungon narkoba
Rayuek bahaya,  ka dengon untoeng

Pijuet ngon tuboh , awoeh anggota
Dalam penjara,  gata dikuroeng
Oh uroe Dudoe , dalam nuraka
Sebab Narkoba , Allah yue tanggoeng

Oleh seubabnyan , bek coba coba
Dengon Narkoba,  gata disandroeng
Meunyoe ka keunoeng,  hana le daya
Meugisa gisa , jitagih langsoeng

Meumada ohnoe,  haba lon rika
Anti narkoba , singoeh ta samboeng
Tgk Diyueb Bruek , yang tuleh haba
Peu meuah dosa , Aneuk miet gampoeng
(Tgk Diyuebbruek) Banda Aceh, 15 Mai 2012

Tamah Bacut
===========
Wahe kawom lon, ayah ngon ummi,
Beu neu peurati, putri ngoen putra.
Bek sampe ji peutoe,  dengon seurahi,
Zat-zat adiksi ,deungoen  narkoba.

Kalheuh ta kalon , sabe bak tivi,
Lam sidik investigasi , atawa beurita.
Nyang pakek narkoba,  hana kecuali,
Dari aneuk punki,  sampoe  peujabat negara.

Teuma nyag ladom,  mudah raseuki,
Geuci jejali , nyan barang lua
Heroin di ba , deungon kapai ie,
Di selundup dari,  lua negara.

Dalam nanggroe pih,  basoe han sakri,
Geu pula campli,  lakoe jih  ganja.
Wate ka panen , bungkoh ngoen  rapi,
Laju peu ilie,  Medan - Jakarta.

Leupah that sayang,  dum generasi,
Keunoeng kokain,  deungon narkotika.
Masa depan , leh pakriban hi
Hudep  yuep titi , atau penjara.

Wahe adun lon,  adoe meutuah,
Beu bagah-bagah , peu jioh narkoba.
Ileume agama , beuna ta papah,
Peukoeng aqidah , iman lam dada.

Beudoh sikula, jak beut u dayah,
Supaya jeulah,  haleu ngon riba.
Taingat bacut , poma ngon ayah,
Ngon susah payah , gata geu jaga.

Jak rakan lon , peusaho langkah,
Laju beurantah,  nyan zat narkoba.
Bek tapeutoe droe,  bak larang allah,
Ngoen  insya allah , hudep sijahtra
===================================
 Sejarah Ganja di Aceh 
==============================
Berdasarkan tinjauan historis, tanaman ganja pertama kali ditemukan di daratan Cina pada tahun 2737 SM. Masyarakat Cina kuno telah mengenal dan memanfaatkan ganja dalam kehidupan sehari-hari sejak zaman batu. Masyarakat Cina menggunakan mariyuana untuk bahan tenun pakaian, obat-obatan, dan terapi penyembuhan seperti penyakit rematik, sakit perut, beri-beri hingga malaria.

MENURUT sejarahnya, ganja dibawa ke Aceh dari India pada akhir abad ke 19 ketika Belanda membuka perkebunan kopi di Dataran Tinggi Gayo. Pihak penjajah itu memakai ganja sebagai obat alami untuk menghindari serangan hama pohon kopi atau ulat pada tanaman tembakau. Walau Belanda yang membawanya ke dataran tinggi Aceh, namun menurut fakta yang ada, tanaman tersebut bukan berarti sepenuhnya berasal dari negaranya. Bisa jadi tanaman ini dipungut dari daratan Asia lainya. Di kalangan anak muda nusantara, ganja lebih familiar disebut bakong ijo, gelek, cimeng atau rasta. Sementara sebutan keren lainya ialah tampee, pot, weed, dope.

Setelah bertahun dan tumbuh menyebar hampir di seluruh Aceh, ganja mulai dikonsumsi, terutama dijadikan ‘rokok enak,’ yang lambatlaun mentradisi di Aceh. Bahkan kalau ada masakan, dianggap belum sempurna kalau bumbunya tidak dicampur dengan biji ganja. Tradisi ini memang sulit dihilangkan atau diberantas.

Soal ganja, pasti tak luput Aceh. Namun klaim itu tak bisa serta merta disambut negatif, karena memang benar adanya. Bahkan ada klaim bahwa tanah 1001 rencong ini juga dikenal sebagai produsen ganja terbesar di Asia Tenggara setelah Thailand. Hampir di setiap jengkal belantara Aceh dihiasi tanaman ganja. Tak pelak, isu Aceh sebagai penghasil tanaman ajaib ini bahkan sudah mendunia. Sampai-sampai dalam sidang ke 49 Komisi Narkoba PBB (UN Commission on Narcotic Drugs) pada tanggal 13-17 Maret 2006 di Wina Austria, turut dibahas tentang fenomena ini. Konon lagi anggapan masyarakat internasional bahwa Aceh sudah memiliki trade mark sebagai ‘ladang ganja’ terbesar sekaligus penyuplai ganja berkualitas nomor wahid.

Menjamurnya tanaman ganja di Aceh sangat didukung oleh kondisi geografis, tanahnya juga subur, hujan teratur, dan posisi pegunungan dengan iklim yang relatif stabil, ditambah lagi keterisolasian akibat konflik sejak zaman Belanda, DI-TII sampai era GAM. Nah, masyarakat yang berada di daerah terpencil terancam kelaparan dan kemiskinan akibat konfliknya. Warga berinisiatif menanam ganja untuk bertahan hidup.

Hampir tak ada orang Aceh yang tak pernah mencicipinya, ada yang menikmatinya via rokok ternikmat, bumbu dapur, dodol, campuran kopi, hingga diolah ke berbagai jenis makanan lainya, selebihnya dijual ke luar Aceh.

Mengapa ganja dilarang? Inilah yang harus dimengerti masyarakat luas. Padahal berbagai kampanye telah dilakukan, bahkan pemerintah sendiri telah mengeluarkan undang-undang tentang larangan proses produksi, distribusi sampai tahap konsumsi ganja. Undang-undang No. 22 1997 tentang narkotika mengklasifikasikan ganja; biji, buah, jerami, hasil olahan atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasil sebagai narkotika golongan I yang berarti satu kelas dengan opium dan kokain.
Pasal 82 ayat 1 butir a UU tersebut menyatakan bahwa mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan denda paling paling banyak satu milyar rupiah.
Di Aceh, dulu dijual bebas di pasar, digantung-gantung di kios, di gerobak-gerobak penjaja sayur. Ganja mulai dilarang ketika Hoegeng menjadi kepala pemerintahan Kolonial Belanda untuk wilayah nusantara. Ia ingin tahu penyebab pemuda Aceh bermalas-malasan yang dinilai merugikan ekonomi Kerajaan Belanda. Lalu dia menyamar, pergi ke kampung-kampung dan ditemukanlah jawabannya: karena mengisap ganja.

Di luar negeri, ganja dibedakan menjadi dua bagian, yaitu ganja untuk kepentingan industri maupun medis yaitu ganja jenis Hemp, dan ganja terlarang sering disebut Cannabis. Sementara di Indonesia tidak mengenal perbedaan ini, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 disebutkan bahwa ganja termasuk sebagai narkotika saja.
Salah satu sebab mengapa ganja menjadi tumbuhan terlarang adalah karena zat THC. Zat ini bisa mengakibatkan pengguna menjadi mabuk sesaat jika salah digunakan. Sebenarnya kadar zat THC yang ada dalam tumbuhan ganja dapat dikontrol kualitas dan kadarnya jika ganja dikelola dan dipantau dengan proses yang benar.

Dalam penelitian meta analisis para ahli dari Universitas Cardiff dan Universitas Bristol, Inggris, pencandu ganja berisiko schizophrenia, yakni peningkatan gejala seperti paranoid, mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada yang berujung pada kelainan jiwa, seperti depresi, ketakutan, mudah panik, depresi, kebingungan dan berhalusinasi, gangguan kehamilan dan janin.

Kesan Aceh sebagai ladang ganja berkonotasi negatif memang telah mencoreng muka kita semua di mata Internasional. Untuk mengatasi ini, dibutuhkan keterlibatan segenap elemen mayarakat. Mulai dari pemerintah, ulama, cendikiawan aparat penegak hokum hingga orang tua.***
Sumber : Faizatul Husna/dbs – Modus Aceh


0 komentar:

Posting Komentar

Komentar FB :