Pages


Sabtu, 04 Mei 2013

“ ALA NGOEN ABBAS “



   Oleh : SULAIMAN.A.GANI
=======================
Assalammua’laikom, Warahmatullah
Alhamdulillah, Allah lon pujoe
Ngoen Rahman Rahim, sifuet di Allah
Rahmat neulimpah, Peutroen u bumoe

Seulawuet saleum, keu Rasulullah
Utusan Allah, di atueh Bumoe
Yang bri syafaat, di Mizan Allah
Yang ba risalah, bandum geutanyoe

Lhuehnyan saleum lon, kalam sipatah
Ummi ngoen Ayah, lon beuot  jaroe
Timang bak talak, lon grak dua blah
Lon lake meuah, Bandum sinaroe

Gantoe lon intat, kupi saboeh glah
Nyoe  pat na mudah, kisah lon rampoe
Ala  ngoen Abas, hajat lon peugah
Jilake pisah, ngoen Aceh lhee  sagoe

Dali takaloen, laen that  ulah
Mulai panas, politik lam nanggroe
Aceh  lhe sago, sang karap pecah
Saboeh daerah, karu keudroe droe

Bukoen le sayang, loen kaloen siwah
Sayeup ka patah, han ek le jipoe
Bukoen le sayang, Seuramoe meukah
Meujadeh Peucah ,sang karu nanggroe

Ala ngoen abas, ji peugoet ulah
Di lake pisah, Propinsi keudroe
Provinsi  Aceh, lake diyue  plah
Meuhuet sileupah, keulola  keudro

Dile ka seungap, padum thoen  leupah
Ala  ngoen Abas, ka seungap keudroe
Ngoen Qanun wali, sungkap lom teuhah
Ala ngoen Abas, kupue jak  peugoe

Qanun Bendera, dudoe  meutamah
Ala ngoen Abas, jaga bak  lumpoe
Rimueng teungoeh eh, kupue tareupah
U dalam babah, tajak sak  jaroe 

Ta lake do'a, ka nibak Allah
Dak  juet  bek peucah, Aceh lhe sagoe
Jaroe talintueng, lake bak Allah,
Ala ngoen Abas, sinoe meusahoe

Eya Tuhanku, yang Maha murah
Seuramoe mekkah,neubri bek phang phoe
Neubri keu kamoe, Aceh beh peucah
Ala ngoen Abas,  Aceh lhe sagoe

Neubri bek karu, Seuramoe  meukah
Bek roeh meureupah, sabe keudroe  droe
Bek roeh meupake, sampe roe darah
Ala ngoen Abas, juet gara gara

Memada ohnoe ,haba loen kisah
Silap ngen salah,meuah keu kamoe
Neu maklum keudroe ,rakan meutuah
Yang susoen kisah, Anuek barosa
(Tgk Diyueb Bruek,16/04/2013)

Akankah Terbentuk Provinsi Ala ABAS di Aceh?
=================================================
Tuntutan pembentukan provinsi Aceh Barat-Selatan (ABAS) dan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) semakin mengemuka sebagai akibat ketidakadilan dan ketimpangan pembangunan yang terjadi selama ini di Aceh. Persoalan ini semakin besar setelah Pemerintahan Aceh di bawah kepemimpinan Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf mengeluarkan berbagai qanun dan kebijakan yang kontra-produktif dengan keadaan yang terjadi di wilayah ABAS maupun ALA.

Ketimpangan pembangunan menjadi dasar tuntutan tersebut. Minimnya realisasi anggaran yang ditujukan kepada daerah di wilayah ABAS maupun ALA oleh Pemerintah Aceh semakin memperburuk suasana dan mengentalkan tuntutan pemisahan. Hal tersebut semakin memanas ketika dalam rapat paripurna DPR-RI tanggal 22 Januari 2008 yang mengagendakan penyampaian pendapat fraksi terhadap 21 RUU Usul Inisiatif DPR-RI terhadap pemekaran 21 daerah Kabupaten atau Provinsi di Indonesia menghasilkan keputusan yang cukup mengejutkan yaitu dari 10 fraksi sebanyak 7 fraksi menyetujui pembentukan Provinsi ALA dan Provinsi ABAS serta sebanyak 3 (tiga) fraksi yaitu Fraksi PAN, Fraksi Partai Golkar dan Fraksi PKB dapat menyetujui dengan catatan usulan ini untuk dibahas dalam rapat selanjutnya.

Keadaan semakin diperburuk dengan pengeluaran qanun-qanun Pemerintahan Aceh yang dianggap diskriminatif dan tidak menjawab aspirasi warga Aceh yang tinggal dan suku asli dari wilayah ABAS maupun ALA. Seperti qanun Wali Nanggroe hingga yang baru-baru ini disahkan dan menimbulkan kontroversi Qanun no.3 tahun 2013 tentang lambang dan bendera Aceh yang sama dengan lambang dan bendera Gerakan Aceh Merdeka di masa konflik lalu.

Sebenarnya, esensi tuntutan pemekaran ini adalah ketimpangan dan ketidakseimbangan pembangunan yang berlangsung di Aceh. Sentra-sentra ekonomi produktif maupun sentra-sentra pendidikan dibangun di Aceh bagian pantai timur dan utara saja dari Sabang hingga Aceh Tamiang. Hal ini dengan indikasi di Aceh bagian Timur sampai utara sudah terdapat 3 (tiga) perguruan tinggi negeri yaitu Unsyiah Banda Aceh, IAIN Ar Raniry Banda Aceh serta Unimal Lhokseumawe, sedangkan di ALA ABAS hanya ada 2 universitas swasta.



Selanjutnya, dilihat dari faktor sosial dan budaya, adat istiadat dan bahasa yang berlaku di kawasan ALA dan ABAS berbeda dengan kawasan NAD. Di kawasan ALA dihuni suku Gayo Lut, Gayo Blang serta Gayo Alas yang sangat berbeda dengan NAD, bahkan di Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara budayanya sudah multikultur bercampur dengan budaya Karo dari Sumatera Utara. Sementara itu, di ABAS juga terdapat beragam suku seperti suku Jamee yang banyak di Aceh Selatan maupun suku asli di Simeulue yang memiliki budaya sangat berbeda dengan budaya NAD. Oleh karenanya, ketika DPRA mengesahkan qanun Wali Nanggroe yang mewajibkan seorang wali dapat berbahasa Aceh (namun tidak diwajibkan dapat membaca Al quran) hal tersebut sangat menyakiti perasaan suku-suku di wilayah ABAS dan ALA yang memang tidak berbahasa Aceh.

Dilihat dari faktor geopolitis, wilayah ALA ABAS terkenal dengan sumber daya alam yang melimpah dan kaya akan nilai-nilai keislaman yang ditanamkan sejak masa Kerajaan Linge.Cakupan wilayahnya juga jauh lebih besar dari Provinsi NAD yang meliputi wilayah Aceh Barat hingga ke Selatan serta Aceh Leuser Antara. Secara keamanan, masyarakat yang tinggal di wilayah ALA ABAS juga dikenal tidak terlalu berpengaruh dengan konflik masa lalu sehingga “gaung” GAM tidak terlalu menggema di wilayah tersebut.

Tentu saja, keinginan pembentukan provinsi ALA ABAS tersebut memperoleh tentangan dari para eks kombatan GAM yang saat ini menguasai pemerintahan maupun legislatif lokal, namun demikian, kembali lagi kepada aturan dan system perundang-undangan yang berlaku di wilayah NKRI keputusan pembentukan/pemekaran wilayah bukanlah kewenangan pemerintah Aceh untuk memutuskannya tetapi pemerintah pusat dan DPR RI.

Berkaca pada keadaan yang berkembang saat ini, dimana kontroversi tentang qanun lambang dan bendera Aceh tengah mencuat, bisa jadi apabila Pemerintah Aceh tetap bersikukuh pada keinginannya mempertahankan lambang dan bendera yang ada, maka isu tersebut akan semakin memperburuk citra pemerintahan Aceh di mata masyarakat ALA ABAS sehingga tuntutan pemekaran akan semakin besar dan sulit dibendung lagi.

Jika benar hal itu terjadi, maka bukan tidak mungkin pembentukan Provinsi ALA ABAS akan menjadi kenyataan. Dan jika benar hal ini terlaksana, maka kerawanan yang akan timbul adalah pecahnya perang saudara di antara sesama orang Aceh. Pemikiran saya ini berkaca pada fakta sejarah Republik Irlandia yang mengalami perang saudara 1922-1923 dimana kelompok free state yang mendukung Anglo-Irish Treaty bersama pemerintahan Britania Raya melawan kelompok nasionalist yang menolak kesepakatan damai tersebut. Meskipun pada akhirnya kelompok free state memenangkan perang saudara tersebut, namun hingga kini perpecahan antara kedua kubu tersebut masih terjadi, dan menjadi kenyataan pahit yang harus diterima bagi generasi Irlandia di masa yang akan datang.

Akankah hal ini terjadi di Aceh jika benar provinsi ALA ABAS terbentuk? Tentu saja sangat mungkin terjadi meskipun kita semua berharap perdamaian di Aceh tetap langgeng dan abadi, namun dengan syarat tentunya, para pemimpin Aceh saat ini harus ikhlas dan rela melepaskan egosentrisme yang hanya memperjuangkan salah satu kelompok tetapi dapat berdiri sebagai pengayom rakyat Aceh secara keseluruhan.

Rafli Hasan


0 komentar:

Posting Komentar

Komentar FB :