Pages


Senin, 01 April 2013

‎"Mabok Ganja"


   Oleh : MUSLIEM NAKATA
=============================
Alhamdulillah,keu Tuhan sidroe
Yg peujeut bumoe,ban sigom donya
Seulaweut saleum,hana syit teuwoe
Keu Nabi tanyoe,rasul ambia

Keu rakan2,yg na lam grupnyoe
Hana syit teuwoe,saleum lon sapa
Salam'alaikom,wahe rakan droe
Saleum bak lonnyoe,jaweub le gata

Hajat lam hate,nibak malamnyoe
Keuneuk peusampoe,dua krek haba
Izin keu ulon,wahe rakan droe
Kisah uloennyoe,keuneuk calitra

Kon kisah aseuli,yg lon peusampoe
Tpi cumanyoe,keu rekayasa
Peujeut lon peugah,haba lagenyoe
Mgat rakan droe,bek salah sangka

Teu ingat uloen,wate saboh roe
Hudep uloennyoe,cukop that gura
Hadep ulonnyoe,cukop that pungoe
Sabe tiep uroe,gadoeh piep ganja

Adak geularang,le ureung syik droe
Hana ku pakoe,meu ube suema
Uloen mita peng,si uroe uroe
Untuk lon jak bloe,saboeh am ganja

Keu suai breuh bu,hana ku pakoe
Subab uloenyoe,mantoeng tanggong ma
Uloen mita peng,syit untuk keudroe
Asai na ngen bloe,saboeh am ganja

Oeh ban na peng,laju ku jak bloe
Bak langganan droe,keudeh ku mita
Lam rukok samsu,laju ta pasoe
Ta tarek sigoe,cukop meurasa

Oeh lheuh ta tarek,pikiran kachoe
Laju meu cawoe,bak peugah haba
Ta eu sang2,lage lam lumpoe
Teu khem sidroe droe,lam sagoe kama
Meu soe yg kalon,hana ta pakoe
Sang2 syit sidroe,hudep lam donya
Lheuh abeh ganja,kateungeut keudroe
Singeh cot uroe,baroe teujaga

Yg perle peugah,wahe rakan droe
Bek sagai toe2,dgen oen ganja
Seubab ganjanyan,cukop meupaloe
Harta teu phampoe,ube yg na

Badan teuh haoh,sabe tiep uroe
Leumoh han bagoe,sang2 teurasa
Han ek keurija,malam ngen uroe
Ule teuh kacoe,pike keu ganja

Oeh no keuh dile,peusan uloennyoe
Keu aduen adoe,bek mabok ganja
Mnye na salah,meu'ah ulonyoe
Bek jeut meupaloe,di padang masya

Sejarah Ganja di Aceh
==============================
Berdasarkan tinjauan historis, tanaman ganja pertama kali ditemukan di daratan Cina pada tahun 2737 SM. Masyarakat Cina kuno telah mengenal dan memanfaatkan ganja dalam kehidupan sehari-hari sejak zaman batu. Masyarakat Cina menggunakan mariyuana untuk bahan tenun pakaian, obat-obatan, dan terapi penyembuhan seperti penyakit rematik, sakit perut, beri-beri hingga malaria.

MENURUT sejarahnya, ganja dibawa ke Aceh dari India pada akhir abad ke 19 ketika Belanda membuka perkebunan kopi di Dataran Tinggi Gayo. Pihak penjajah itu memakai ganja sebagai obat alami untuk menghindari serangan hama pohon kopi atau ulat pada tanaman tembakau. Walau Belanda yang membawanya ke dataran tinggi Aceh, namun menurut fakta yang ada, tanaman tersebut bukan berarti sepenuhnya berasal dari negaranya. Bisa jadi tanaman ini dipungut dari daratan Asia lainya. Di kalangan anak muda nusantara, ganja lebih familiar disebut bakong ijo, gelek, cimeng atau rasta. Sementara sebutan keren lainya ialah tampee, pot, weed, dope.

Setelah bertahun dan tumbuh menyebar hampir di seluruh Aceh, ganja mulai dikonsumsi, terutama dijadikan ‘rokok enak,’ yang lambatlaun mentradisi di Aceh. Bahkan kalau ada masakan, dianggap belum sempurna kalau bumbunya tidak dicampur dengan biji ganja. Tradisi ini memang sulit dihilangkan atau diberantas.

Soal ganja, pasti tak luput Aceh. Namun klaim itu tak bisa serta merta disambut negatif, karena memang benar adanya. Bahkan ada klaim bahwa tanah 1001 rencong ini juga dikenal sebagai produsen ganja terbesar di Asia Tenggara setelah Thailand. Hampir di setiap jengkal belantara Aceh dihiasi tanaman ganja. Tak pelak, isu Aceh sebagai penghasil tanaman ajaib ini bahkan sudah mendunia. Sampai-sampai dalam sidang ke 49 Komisi Narkoba PBB (UN Commission on Narcotic Drugs) pada tanggal 13-17 Maret 2006 di Wina Austria, turut dibahas tentang fenomena ini. Konon lagi anggapan masyarakat internasional bahwa Aceh sudah memiliki trade mark sebagai ‘ladang ganja’ terbesar sekaligus penyuplai ganja berkualitas nomor wahid.

Menjamurnya tanaman ganja di Aceh sangat didukung oleh kondisi geografis, tanahnya juga subur, hujan teratur, dan posisi pegunungan dengan iklim yang relatif stabil, ditambah lagi keterisolasian akibat konflik sejak zaman Belanda, DI-TII sampai era GAM. Nah, masyarakat yang berada di daerah terpencil terancam kelaparan dan kemiskinan akibat konfliknya. Warga berinisiatif menanam ganja untuk bertahan hidup.

Hampir tak ada orang Aceh yang tak pernah mencicipinya, ada yang menikmatinya via rokok ternikmat, bumbu dapur, dodol, campuran kopi, hingga diolah ke berbagai jenis makanan lainya, selebihnya dijual ke luar Aceh.

Mengapa ganja dilarang? Inilah yang harus dimengerti masyarakat luas. Padahal berbagai kampanye telah dilakukan, bahkan pemerintah sendiri telah mengeluarkan undang-undang tentang larangan proses produksi, distribusi sampai tahap konsumsi ganja. Undang-undang No. 22 1997 tentang narkotika mengklasifikasikan ganja; biji, buah, jerami, hasil olahan atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasil sebagai narkotika golongan I yang berarti satu kelas dengan opium dan kokain.
Pasal 82 ayat 1 butir a UU tersebut menyatakan bahwa mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan denda paling paling banyak satu milyar rupiah.
Di Aceh, dulu dijual bebas di pasar, digantung-gantung di kios, di gerobak-gerobak penjaja sayur. Ganja mulai dilarang ketika Hoegeng menjadi kepala pemerintahan Kolonial Belanda untuk wilayah nusantara. Ia ingin tahu penyebab pemuda Aceh bermalas-malasan yang dinilai merugikan ekonomi Kerajaan Belanda. Lalu dia menyamar, pergi ke kampung-kampung dan ditemukanlah jawabannya: karena mengisap ganja.

Di luar negeri, ganja dibedakan menjadi dua bagian, yaitu ganja untuk kepentingan industri maupun medis yaitu ganja jenis Hemp, dan ganja terlarang sering disebut Cannabis. Sementara di Indonesia tidak mengenal perbedaan ini, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 disebutkan bahwa ganja termasuk sebagai narkotika saja.
Salah satu sebab mengapa ganja menjadi tumbuhan terlarang adalah karena zat THC. Zat ini bisa mengakibatkan pengguna menjadi mabuk sesaat jika salah digunakan. Sebenarnya kadar zat THC yang ada dalam tumbuhan ganja dapat dikontrol kualitas dan kadarnya jika ganja dikelola dan dipantau dengan proses yang benar.

Dalam penelitian meta analisis para ahli dari Universitas Cardiff dan Universitas Bristol, Inggris, pencandu ganja berisiko schizophrenia, yakni peningkatan gejala seperti paranoid, mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada yang berujung pada kelainan jiwa, seperti depresi, ketakutan, mudah panik, depresi, kebingungan dan berhalusinasi, gangguan kehamilan dan janin.

Kesan Aceh sebagai ladang ganja berkonotasi negatif memang telah mencoreng muka kita semua di mata Internasional. Untuk mengatasi ini, dibutuhkan keterlibatan segenap elemen mayarakat. Mulai dari pemerintah, ulama, cendikiawan aparat penegak hokum hingga orang tua.***

Sumber : Faizatul Husna/dbs – Modus Aceh


0 komentar:

Posting Komentar

Komentar FB :