Pages


Rabu, 30 Oktober 2013

"HUKOM MEUKUTA ALAM"(LAMBANG KEMAKMURAN ACEH


   Oleh  : SULAIMAN.A.GANI
   ====================================================
MEULEUHA ADAT ,  SEUPAKAT TUHA KAWOEM   
MEULEUHA HUKOEM ,  MUPHOEM  ATEUH BANJA
MEULEUHA QANUN,  MEUBULUENG  MEU  ATORAN
MEULEUHA REUSAM , SIPADAN ATEUH JEUMBA
======================================================
Meu kru..................Rahmat meukatoe
Allah loen pujoe, Sidroe  yang  Esa
Yang peujuet langet, seureuta  Bumoe
 Bandum geutanyoe, lat batat  dumna

Yang peuna peutan, dum Asoe Bumoe
Sit Tuhan  sidroe , yang that  kuasa
Ngoen Rahman rahim, Tuhan geutanyoe
Meuhan tiep uroe, Sabe lam bala

Selawuet saleum, ohlhuehnyan  dudoe
Rasul Geutanyoe, Nabi  Mustafa
Pang ule Nabi, ban sigoem bumoe
Nabi  geutanyoe, khatam  Ambiya

Lhuehnyan hana le, peutroen u bumoe
Hingga troek sampoe, kiamat  donya
Yang bri syafaat, oh uroe  dudoe
Bandum geutanyoe, Blang padang masya

Assalammua’laikoem, saleum sinaroe
Saleum bak loennyoe, sigoe loen sapa
Tuha ngoen Muda, Agam ngoen binoe
Yang na lam nanggroe, Aceh  Mulia

Yang peugoet tape, juet beurangkasoe
Yang peugoet ragoe, susah tamita
Loen gatoe buhu ,meu oe deungan an
Supaya reubang, mangat  tabaca

Hajat loen peugah , yoeh Keurajaan
Aceh Darussalam, yoeh matoeng  Raja
Hukoem lam Nanggroe, Meukuta  Alam
Rakyat lam seunang, aman sentosa

Qanun Al-Asyi, Hukoem geupeunan
 Untuk Peudoman, Hukoem Negara
 Bersendi Syara’, Hukoem Iseulam
 Meukuta  Alam,  Adat  budaya

 Iskandar Muda, Raja Sulthan
Meukuta Alam, Qanun Negara
Rakyat lam makmu, hudep lam seunang
Yang mat pimpinan, Ade  lagoe na

Seun seun sibanja, haba loen karang
Dile saboeh jan, Aceh  Mulia
Seuramoe Meukah, yoeh keurajaan
Meukuta Alam, Hukoem Negara

Keu Dasar Nanggroe, Meukuta Alam
Yang mat pimpinan, bak jaroe  Raja
Katibul Muluk, peumbantu  Sulthan
Jinoe geupeunan, Sekretaris Negara

Meupuet droe Mufti,  bantu Sulthan
Wazir  geupeunan, Meuntri  Negara
Malikul  Adil. Qadli  geupeunan
Meupuet Uruengnyan, That  Bijaksana

Meupuet boeh Rukoen, Lam kerajaan
Lam Qanun Sinan, meusapat punca
Yang keuphoen” Pidueng”, dile loen peutran
Yang Keu adilan ,hareutoe makna

Keudua” Qalam “, nyan Undang undang
“Eleume”  hai rakan, meulhee boeh kana
Teuma yang keupuet, geupeunan” kalam”
Muphoem disinan, geukhuen  Bahasa

Ban peut boeh Rukoen, mangat berjalan
Tanyoe hai rakan, eleume  Beuna
Negara Hukoen, nyan keurajaan
Bukoen hai rakan, seumena mena

Keu sumber Hukoem, nyan Keurajaan
Firuman Tuhan, Hadist  Maulana
Ijmak ngoen Qias, Meusapat keunan
Untuk landasan, Hukoem  Agama

Ngoen Cap sikurueng, seubagoe lambang
Muphoem hai rakan, stempel Negara
Leumbaga Nanggroe, pih na disinan
Meunuroet Tingkatan, tugas keurija

Aceh yoeh jamuen, lam keurajaan
Na matang uang, untuk beulanja
Meunan mata peng, keudroe hai rakan
Aceh Darussalam, meucuhu nama

Bak masa jinoe, tanyoe hai rakan
Bagah tariwang, bak asai mula
Ngoen Qanun nanggroe, meukuta Alam
Supya Aman, Aceh Sentosa
( Tgk Diyueb Bruek, 30 Oktober 2013 )

"HUKOM MEUKUTA ALAM"(LAMBANG KEMAKMURAN ACEH)
============================================================
Qanun Al-Asyi yang disebut juga Meukuta Alam. Oleh para ahli sejarah dikatakan amat sempurna menurut ukuran zamannya. Hal ini menyebabkan Qanun Al-Asyi dipakai menjadi pedoman oleh Kerajaan-Kerajaan Islam lainnya di Asia Tenggara. Dalam hal ini, H. Muhammad Said, seorang ahli sejarah, menulis beberapa peraturan disempurnakan.

Oleh karena kemasyhuran perundang-un­dangan Kerajaan Islam Aceh masa itu, banyak negeri tetangga yang melakukan copy paste peraturan hukum Aceh untuk negerinya. Di antaranya, India, Arab, Turki, Mesir, Belanda, Inggris, Portugis, Spanyol, dan Tiongkok. Hal ini terutama karena peraturan itu berunsur ke­pribadian yang dapat dijiwai sepenuhnya oleh hukum-hukum agama. Jadi, adat Meukuta Alam adalah adat yang bersendi Syara’.

Haji Muhammad selanjutnya menulis;

“… Sebuah kerajaan yang jaya masa lampau di Kalimantan, yang bernama Brunei (sekarang Brunei Darussalam), ketika diperintah oleh seorang sul­tan bernama Sultan Hasan, merupakan seorang keras pemeluk Islam setia. Dia telah mengam­bil pedoman-pedoman untuk peraturan ne­gerinya dengan berterus terang mengatakan mengambil teladan Undang-Undang Mahkota Alam Aceh.”

Hal ini suatu bukti kemasyuran dan nilai tinggi Negeri Aceh yang sudah dimaklumi orang masa itu. Salah satu alat kelengkapannya yang amat penting adalah Qanun Al-Asyi atau Undang-Undang Dasar Kerajaan. Pedoman yang dipakai berupa sebuah naskah tua yang berasal dari Said Abdullah, seorang teungku di Meulek.

Sulthan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah dicatat dalam sejarah sebagai Pembangun Kerajaan Aceh Darussalam, dan Sulthan Alaiddin Riayat Syah II Abdul Qahhar Pembina Organisasi Kerajaan dengan menyusun undang-undang dasar negara yang diberi nama Kanun Al Asyi, yang kemudian oleh Sulthan Iskandar Muda Kanun Al Asyi ini disempurnakannya menjadi Kanun Meukuta Alam.

Dengan adanya undang-undang dasar yang bernama Kanun Meukuta Alam ini. maka Kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri atas satu landasan yang teratur dan kuat. Dalam hal ini ,Sulthan Iskandar Muda telah berbuat banyak sekali dalam menyempurnakan Kanun Meukuta Alam. Adapun organisasi dari Kerajaan Aceh Darussalam seperti yang tersebut dalam Kanun Meukuta Alam, adalah sebagai berikut :

Dasar dan Bentuk Negara

Dalam Kanun Meukuta Alam ditetapkan, bahwa dasar Kerajaan Aceh Darussalam yaitu Islam dan bentuknya kerajaan, yang dengan ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut;

* Negara berbentuk kerajaan, di mana Kepala Negara bergelar Sulthan yang diangkat turun temurun. Dalam keadaan dari keturunan tertentu tidak ada yang memenuhi syarat-syarat, boleh diangkat dari bukan turunan raja.
* Kerajaan bernama Kerajaan Aceh Darussalam, dengan Ibukota Negara Bandar Aceh Darussalam.
* Kepala Negara disebut Sulthan Imam Adil, yang dibantu oleh Sekretaris Negara yang bergelar Rama Setia Keurukon Katibul Muluk.
* Orang kedua dalam kerajaan, yaitu Qadli Malikul Adil, dengan empat orang pembantunya yang bergelar Mufti Empat.
* Untuk membantu sulthan dalam menjalankan pemerintahan, kanun menetapkan beberapa pejabat tinggi yang bergelar Wazir (Perdana Menteri dan Menteri-Menteri).

Rukun Kerajaan
==============
Kanun menetapkan empat Rukun Kerajaan, yaitu:

1, Pedang Keadilan ; Jika tiada pedang, maka tidak ada kerajaan.
2, Qalam ; Jika tidak ada kitab undang-undang, tidak ada kerajaan.
3, Ilmu ; Jika tidak mengetahui ilmu dunia-akhirat, tidak bisa mengatur kerajaan.
4, Kalam ; Jika tidak ada bahasa, maka tidak bisa berdiri kerajaan.

Untuk dapat terlaksana keempat rukun tersebut dalam kerajaan, maka kanun menetapkan empat syarat, yaitu:

1, Ilmu yang bisa memegang pedang,
2, Ilmu yang bisa menulis.
3, Ilmu yang bisa mengetahui mengatur dan menyusun negeri.
4, Ilmu bahasa.

Negara Hukum
===============
" Dalam kanun ditetapkan, bahwa Kerajaan Aceh Darussalam adalah Negara Hukum yang mutlak sah, dan rakyat bukan patung yang terdiri ditengah padang, akan tetapi rakyat seperti pedang sembilan mata yang amat tajam, lagi besar matanya, lagi panjang sampai ke timur dan ke barat."

Sumber Hukum
=================
Kanun menetapkan bahwa sumber hukum bagi Kerajaan Aceh Darussalam, yaitu:
Al Quran.
Al Hadis.
Ijmak Ulama.
Qias.

Cap Sikureueng
===============
Dalam kanun ditetapkan, bahwa cap (setempel) negara yang tertinggi, yaitu Cap Sikureueng (Setempel Sembilan), berbentuk bundar bertunjung keliling, ditengah-tengah nama sulthan yang sedang memerintah, dan kelilingnya nama delapan orang sulthan yang memerintah sebelumnya. Menurut kanun, bahwa delapan orang sulthan kelilingnya melambangkan empat dasar hukum (Al Quran, Al Hadis, IjmakUlama dan Qias) dan empat jenis hukum (Hukum, Adat, Kanun dan Resam), yang berarti bahwa sulthan dikelilingi oleh hukum.

Dalam Keadaan Perang
====================
Kanun menetapkan hukum negara dalam keadaan perang sebagai berikut:

Bahwa jika negeri Aceh diserang oleh musuh, maka sekaliananak negeri atas nama rakyat Aceh dan bangsa Aceh, diwajibkan menolong yang kebajikan kepada negeri dan kepada kerajaan dengan tulus ikhlas berupa apapun juga, yaitu harta dan perbuatan dan run dan serta akal dan pikiran.

Sekalian rakyat hendaklah memperhutangkan derham kepada Raja bila masa perlu, dan jika menang maka kerajaan berhak mutlak membayar kembali kepada rakyat dan anak negeri seluruhnya.

Lembaga-Lembaga Negara
======================
Kanun menetapkan adanya lembaga-lembaga negara dan pejabat- jabat tinggi yang memimpinnya, yang ikhtisarnya sebagai berikut:

Balai Rong Sari, yaitu lembaga yang dipimpin oleh sulthan sendiri, yang anggota-anggotanya terdiri dari Hulubalang Empat dan Ulama Tujuh. (Kira-kira semacam BAPENAS kalau sekarang).
Balai Majelis Mahkamah Rakyat, yang dipimpin oleh Qadli Malikul Adil, yang beranggotakan 73 orang. (Kira-kira semacam Dewan Perwakilan Rakyat).
Balai Gading, yang dipimpin oleh Wazir Mu'azzam Orangkaya Perdana Menteri. (Kira-kira seperti Kabinet Perdana Menteri).
Balai Furdhah, dibawah pimpinan seorang wazir yang bergelar Menteri Seri Paduka, (kira-kira sama dengan Departemen Perdagangan).
Balai Laksamana, dibawah pimpinan seorang wazir yang bergelar Orang kaya Laksamana Amirul Harb. (Kira-kira sama dengan Departemen Pertahanan).
Balai Majlis Mahkamah, dibawah pimpinan seorang wazir yang bergelar Seri Raja Panglima Wazir Mizan, (kira-kira seperti Departemen Kehakiman).
Balai Baitul Mal, di bawah pimpinan seorang wazir yang bergelar Orang kaya Seri Maharaja Bendahara Raja Wazir Derham, (kira-kira seperti Departemen Keuangan).

Kecuali balai-balai tersebut di atas, masih ada sejumlah wazir- wazir yang mengurus sesuatu urusan, kira-kira kalau sekarang disebut Menteri Negara. Wazir-wazir tersebut, yaitu:

Seri Maharaja Mangkubumi, yaitu wazir yang mengurus segala hulubalang (pamongpraja), kira-kira seperti Menteri Dalam Negeri.
Wazir Badlul Muluk, yaitu wazir yang mengurus perutusan keluar negeri dan perutusan yang datang dari luar negeri, kirakira seperti Menteri Luar Negeri.
Wazir Kun Diraja, yaitu wazir yang mengurus urusan Dalam (Keraton Darud Dunia) dan merangkap menjadi Syahbandar (Walikota) Banda Aceh.
Menteri Raina Setia, yaitu wazir yang mengurus urusan cukai pekan seluruh kerajaan.
Seri Maharaja Gurah, yaitu wazir yang mengurus hal ikhwal kehutanan, kira-kira Mênteri Kehutanan.

Disamping itu masih ada lembaga-lembaga yang juga bernama Balai, tetapi bukan kementerian, hanya semacam Jawatan Pitsat kalau sekarang, dan pejabat yang memimpinnyu bukan bergelar wazir, hanya Tuha. Lembaga-lembaga tersebut yaitu:

Balai Setia Hukama, tempat berkumpulnya para Hukama dan Ulama.
Balai Ahli Siyasah, kira-kira seperti Biro politik.
Balai Musafir, kira-kira seperti Biro Turisme.
Balai Safinah, semacam kantor Urusan Pelayaran.
Balai Fakir-Miskin, kira-kira Jawatan Sosial.

Pemerintah Daerah

==================
Kerajaan Aceh Darussalam, selain dari Pemerintah Pusat. Juga terdiri dari wilayah-wilayah sampai pada tingkat yang paling rendah, yang susunannya seperti yang diatur dalam kanun sebagai berikut:

A. Gampong
=========
Tingkat pemerintahan terendah yaitu Gampong atau kampung (Pemerintah Desa). Pimpinan Gampong terdiri dari Keuchik dan Teungku Meunasah yang juga disebut Imam Rawatib, dan dibantu oleh Tuha Peut (empat orang cerdik-pandai), kira-kira seperti Badan Pemerintah Harian (BPH).

B. Mukim
==========
Mukim merupakan federasi dari gampong-gampong, yang satu mukim paling kurang terdiri dari delapan gampong. Federasi Mukim dipimpin oleh seorang lmeum Mukim dan Qadli Mukim.

C. Nanggroè

==============
Wilayah Nanggroè (Negeri) kira-kira sama dengan daerah kecacamatan sekarang. Nanggroè dipimpin oleh seorang Uleébalang (Hulubalang) dan seorang Qadli Nanggroè. Uleébalang mempunyai gelar yang berbeda, menurut nanggroënya masing-masing; umpamanya ada yang bergelar Teuku Laksamana, ada yang bergelar Teuku Bentara, ada yang bergelar Teuku Bendahara dan sebagainya.

D. Sagoë

========
Dalam wilayah Aceh Besar dibentuk tiga buah federasi yang bernama Sagoé, yang di bawah masing-masing Sagoë terdapat beberapa buah Nanggroè. Tiap-tiap Sagoé (Sagi) dipimpin oleh seorang Panglima Sagoë dan seorang Qadli Sagoë.

Sagoë Teungoh Lheeploh (Sagi 25), terdiri dari 25 Mukim: Panglima Sagoënya bergelar Qadli Malikul Alam Seri Setia Ulama.
Sagoé Duaploh Nam (Sagi 26), yang terdiri dari 26 Mukim; Panglima Sagoënya bergelar Seri Imam Muda 'Oh.
Sagoë Duaploh Dua (Sagi 22), yang terdiri dari 22 Mukim; Panglima Sagoënya bergelar Panglima Polem Seri Muda Perkasa.

Mata Uang

==========
Sebelum berdiri Kerajaan Aceh Darussalam,Kerajaan Islam Samudra/Pasai telah pernah mencetak mata-uangnya sendiri yang bernama derham, yang dibuat pada awal abad XIV; yang mana mata uang Samudra/Pasai ini adalah mata-uang asli yang pertama di Kepulauan Nusantara.

Kerajaan Aceh Darussalam membuat mata uang sendiri pada masa Pemerintahan Sulthan Alaiddin Riayat Syah II Abdul Qahhar yang memerintah dalam tahun 945-979 h. (1539-1571 m.) dan terdiri dari tiga jenis:

Keueti, yaitu mata-uang yang dibuat dari timah. Pada satu sisi ditulis dengan huruf Arab tahun pembuatannya, dan pada sisi yang lain ditulis nama Ibukota Negara Banda Aceh Darussalam.
Kupang, yaitu mata-uang yang dibuat dari perak. Pada sisi pertama ditulis tahun pembuatannya, dan pada sisi kedua ditulis nama ibukota negara Banda Aceh Darussalam, dan ada juga yang ditulis nama Sulthan yang memerintah waktu pembuatannya.
Deurham, yaitu mata-uang yang dibuat dari emas. Pada sisi pertama ditulis nama Sulthan waktu pembuatannya dan pada sisi yang lain ditulis tahun pembuatannya, dan ada juga yang ditulis bersama-sama dengan Banda Aceh Darussalam.

***(buang hukum yg ada sekarang kembalilah ke hukoem meukuta alam untuk kemakmuran rakyat dan negara)

=====================================================================

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar FB :