Pages


Selasa, 05 Maret 2013

PEMEKARAN





Oleh : SULAIMAN.A.GANI
======================================
Dengan Bisminlah , lon puphon kalam
Lon Pujo Tuhan, Sidroe yang Esa
Seulaweut saleum, teuma oh lheuhnya
Akan Jajongan, Rasul mustafa

Lheuhnyan saleum lon, keu bandum rakan
Inong ngon Agan , Duson ngon Kota
Sambot saleum lon, sion karangan
Keupeukaran, Hajat lon rika

Ala ngon Abas , Jinoe hai rakan
Keu Pemekaran, tuntut meubura
Sampo jakarta, jikba demontran
Ka nibak Dewan, lake suaka

Lake yue bahas, nyan Undang undang
Lake mekarkan , Aceh Mulia
Seuramo Mekkah, yue bagi lapan
Umar Pahlawan , lake koh dua

Rincong meupucok, pusaka bak nang
Lake Bagi Nam, Tangkulok Raja
Seuramo mekkah, yue bagi tiang
Yue bagi lapan , nyan kulah kama

Daerah modal , Aceh jipeunan
Modal blo kapai , Reubot merdeka
Seulawah inoeng , seulawah agam
Keusoe tapulang, Soe tueng pusaka

Tajoek keu ALA, Abas pakriban
Keusoe tapulang , Sayuep ngon rungka
Meusoe hak pakek, Meunyan geularan
Bek singoh jeut prang, sabe saudara

Ngon cap sikurueng , Peudueng meudulang
Bandum atranyan ,yue bagi tiga
Meupakon jino , Aceh lon sayang
Dile jameun tan, yang meunan haba

Masa cut Ali , yoh prang bakongan
Umar pahlawan, yoh prang beulanda
Malahayati jeut, panglima prang
Cut nyak dhein sajan, meuprang Gerliya

Yoh masa komplik, R.I. deungon Gam
Dile jameun tan , Abas ngon Ala
Lake Referendun , dile saboh jan
Aceh nyo saban, that sapue haba

Jino ka aman, meupakon meunan
Ka tapeujuang, yue bagi tiga
Yue priek MoU , ngon Undang Undang
Singoh menyesal , bak akhe masa

Meumada ohnoe, keu pemeukaran
Haba lon karang, peu ingat bangsa
Salah ngon beutoi , beugot neutimang
Urueng keumarang , Aneuk barosa
(Tgk Diyuebbruek) Tgl, 15 Mai 2012


" PEMEKARAN TERBENTUR UNDANG UNDANG "
=============================================
Kabar "buruk" buat masyarakat ALA dan ABaS yang pro pemekaran. Kemarin Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah menegaskan pemerintah pusat menolak pemekaran wilayah Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABaS). Alasannya... WASPADA ONLINE

Kabar "buruk" buat masyarakat ALA dan ABaS yang pro pemekaran. Kemarin Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah menegaskan pemerintah pusat menolak pemekaran wilayah Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABaS). Alasannya, kata Kalla sebagaimana diekspose media, kalau dilakukan pemekaran berarti menabrak Undang-Undang (UU).

Dengan ke luarnya pernyataan dari Wapres Jusuf Kalla itu maka semakin beratlah perjuangan masyarakat di kedua wilayah yang ingin pemekaran itu untuk bisa hidup lebih aman dan lebih sejahtera. Apalagi, Gubernur Aceh sendiri dan wakilnya juga nyata-nyata menentang pemekaran ALA dan ABaS.

Alasan menabrak UU memang kuat, namun UU mana yang ditabrak tidak dijelaskan oleh Wapres dan juga Gubernur Aceh. Sebelumnya malah terdengar kabar bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menyetujui pemekaran dua provinsi di Aceh itu, di mana persetujuan itu terangkum dalam dokumen Amanat Presiden (Ampres) yang disebut-sebut keluar Senin (16/6). Nyatanya, bukan Ampres yang ke luar, malahan pernyataan penolakan dari Wapres Jusuf Kalla.

Padahal, kalau Ampres itu benar, maka pemekaran tinggal selangkah lagi. Dengan adanya Ampres membuat persyaratan administrasi menyangkut pemekaran kedua provinsi baru di Aceh (kini Nanggroe Aceh Darussalam) menjadi lengkap dan mulus. Biasanya, kalau sudah ada Ampres maka proses pengesahan selanjutnya berada di tangan DPR dan Mendagri dengan mengatasnamakan Presiden.

Setahu kita, MoU (Memorandum of Understanding) yang diteken pemerintah Indonesia dengan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki pada 15 Agustus 2005 dalam rangka mewujudkan perdamaian di Aceh memang tidak dibenarkan adanya pemekaran wilayah, termasuk provinsi. Aceh harus tetap menjadi bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Oleh karena itu, penolakan pemerintah pusat sejalan dengan MoU Helsinki.

Memang kalau Aceh menjadi tiga provinsi besar kemungkinan bisa semakin berkembang sehingga tingkat perekonomian dan kesejahteraan rakyat di sana semakin meningkat, melesat meninggalkan daerah-daerah jirannya Sumatera Utara. Apalagi potensi alam Aceh sangat luar biasa. ALA dan ABaS bahkan bisa melampaui kemakmuran Provinsi Gorontalo bila potensi masyarakat dan alamnya dikelola dengan benar.

Hanya saja, bagi Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Wagub Muhammad Nazar wewenangnya semakin berkurang. Jadi, diperlukan jiwa besar dan kajian lebih mendalam seputar untung-ruginya pemekaran Aceh menjadi tiga provinsi. Kalau bisa membuat wilayah dan rakyatnya lebih berkembang dan makmur mengapa harus ada penolakan dari pusat dan pejabat di daerah? Lain halnya kalau dampak negatifnya jauh lebih besar, maka kita menyatakan stop upaya pemekaran sekarang juga.

Justru itu, pemekaran Aceh menjadi tiga provinsi pada akhirnya terpulang dari rakyat Aceh sendiri, khususnya mereka yang mendiami ALA dan ABaS. Kalau mereka ngotot terus berjuang tidak tertutup akan berhasil. Sebab, tidak ada yang tidak mungkin terjadi bila suatu wilayah rakyatnya sudah menyatukan tekad untuk pemekaran. Soal pelanggaran UU hal itu bisa dibicarakan lebih lanjut. Sebab, perubahan UU sangat dimungkinkan. Apalagi UUD 1945 saja bisa diamandemen. Yang tidak boleh dikutak-katik hanya kitab suci Al-Quranulkarim.

Berkaitan semakin menguatnya tuntutan masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Tenggara dan Aceh Singkil menjadi Provinsi ALA kemudian Kabupaten Aceh Barat, Aceh Jaya, Nagan Raya, Aceh Barat Daya (Abdya), Aceh Selatan dan Simeulu dengan Provinsi ABaS' maka semua pihak harus bisa menempuh prosedur. Boleh menyalurkan aspirasi namun jangan menggunakan kekerasan. Sebab, yang rugi nantinya masyarakat Aceh sendiri.

Perkembangan Aceh secara keseluruhan belakangan ini sangat baik dan cukup kondusif. Itu berarti, perjanjian Helsinki berhasil menyatukan komponen masyarakat Aceh yang dulunya terpecah. Di satu pihak ingin merdeka lepas dari NKRI dan sekarang sudah sepakat tetap dalam NKRI. Kalau kini muncul keinginan dari sebagian masyarakat Aceh untuk pemekaran pemerintahan menjadi tiga provinsi, sebenarnya hal itu "masalah kecil" bila dilihat dari UU dan MoU yang disepakati. Masalahnya, Aceh mekar menjadi tiga provinsi tetap dalam wilayah Aceh dan tetap dalam karidor NKRI.

Permasalahan utama yang perlu dikaji adalah benarkah pemekaran pemerintahan provinsi di Aceh memberi manfaat bagi masyarakatnya? Jangan-jangan sekadar menguntungkan elite politik saja karena "kebelet" ingin menjadi gubernur dan jabatan prestisius di pemerintahan sehingga terkesan ingin jadi "raja-raja" baru sebagaimana gejala yang terlihat sejalan dengan perkembangan Otonomi Daerah saat ini.+




0 komentar:

Posting Komentar

Komentar FB :